Ketika
psikologi lahir sebagai disiplin ilmu tersendiri di Jerman pada pertengahan
abad XIX, tugas yang didefinisikannya adalah menganalisis kesadaran manusia
dewasa yang normal. Psikologi mengonsepsikan kesadaran sebagai sesuatu yang
terdiri dari unsur-unsur struktural yang berkaitan erat dengan organ-organ
indera.
Keberatan-keberatan
terhadap psikologi semacam in datang dari banyak arah dan dengan berbagai
alasan. Orang-orang berpendapat bahwa ciri-ciri menonjol dari pikiran sadar
adalah proses-prosesnya yang aktif dan bukan isi-isinya yang pasif.
Serangan
Freud terhadap psikologi tradisional tentang kesadaran datang dari arah yang
agak berbeda. Ia membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil
yang muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa
yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan ketidaksadaran.
Dalam ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan,
nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasaan yang ditekan – suatu dunia bawah yang
besar berisi kekuatan-kekuatan vital dan tak kasat mata yang melaksanakan
kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan sadar individu.
Lebih
dari 40 tahun Freud menyelidiki ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan
mengembangkan apa yang umumnya dipandang sebagai teori kepribadian pertama yang
komprehensif. Berangkat dari sinilah, Freud mengembangkan analisa-analisanya
mengenai ketidaksadaran dalam diri
individu yang mempengaruhi tingkah lakunya.
Terapi
psikoanalisa terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalisa”. Secara
eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-masalah tingkah
laku. Sedangkan “psikoanalisa” merujuk pada metode psikoterapi yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Dengan
demikian, terapi psikoanalisa dapat dipahami sebagai perawatan yang
dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian
penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan
metode hipnosis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.
Bentuk-bentuk terapi psikoanalisa adalah :
1. Hipnosis
Hipnosis adalah suatu prosedur yang
menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah
karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555)
mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1)
perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah
menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi
pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat
mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon
terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008),
kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau
menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti
tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah
pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi
tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan
oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis
kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien
yang mengidap histeria.
Awal kemunculan hipnosis diperkirakan
sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton
Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah
menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk
menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada
abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar
tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang
supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot
melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria,
yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang
tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
Pada saat demonstrasi eksperimen
Charcot itu, terdapat seorang dokter muda asal Wina, yang diketahui belakangan
bernama Sigmund Freud. Freud berpikir waktu itu dan menyimpulkan bahwa apapun
faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak
di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan
hipnosis untuk melihat alam tak sadar manusia. Hanya beberapa tahun Freud akrab
dengan hipnosis, dia meninggalkannya karena dirasa hipnosis tidak efektif
seperti metode-metode lainnya, dan sejak kesadaran akan hal tersebut, Freud
benar-benar tidak menggunakannya lagi. Walau demikian, jejak rekamnya tentu
saja sulit dilupakan orang. Sebagai seorang psikolog yang pernah menggunakan
metode hipnotis, orang akan sangat sulit melupakannya bahwa Freud pernah
menggunakan hipnotis pada awal kepraktikannya sebagai seorang psikiatri, walau
Freud sendiri sudah tidak pernah lagi menggunakannya.
2. Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan metode yang
menyuruh pasien menguraikan secara terinci masing-masing simtom segera sesudah
simtom itu muncul dan diikuti dengan menghilangnya simtom-simtom tersebut.
Analis meminta kepada klien agar mengatakan apa saja yang melintas dalam
pikirannya, betapapun menyakitkan, remeh, tidak logis, dan tidak relevan
kedengarannya. Singkatnya, dengan menceritakannya tanpa ada yang disembunyikan,
klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah
klien berbaring di atas balai-balai sementara analis duduk di belakangnya
sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya
mengalir bebas.
3. Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur
yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada
klienpemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama
tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi
muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menuju
ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan
dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkapkan.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi : isi
laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif-motof yang disamarkan,
tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan
mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi
laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni
impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten
mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas
analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol
yang terdapat pada isi manifes mimpi.
4. Transefernsi
Dalam psikoanalitik Freud,
transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan
sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai
sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran
pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai
pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada
tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada
pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif
adalah saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga
menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif
bila tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras
terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
5. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah
penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai
mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari
terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran
oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi
kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.
Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus
benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk
mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap
penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut
sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.
Teknik-teknik pada terapi
psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman
intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala.
Kemajuan terapeutik berawal dari pembicaraan klien kepada katarsis, kepada
pemahaman, kepada penggarapan bahan yang tak disadari, ke arah tujuan-tujuan
pemahaman intelektual dan emosional yang diharapkan mengarah pada perbaikan
kepribadian.
Kekurangan dalam metode psikoanalisis
adalah :
§ Pandangan
yang terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
§ Tidak
memiliki konsekuensi-konsekuensi empiris
§ Proses
penalaran tidak dikemukakan secara eksplisit
§ Tidak
menjawab bagaimana pengaruh timbal balik antara kateksis dan anti kateksis
Kelebihan
dalam metode psikoanalisa adalah :
§ Adanya
motivasi yang tidak disadari memungkinkan seseorang untuk dapat berbuat “lebih”
§ Dapat
menggali informasi lebih dalam
§ Berusaha
menggambarkan individu-individu sepenuhnya yang hidup sebagian dalam dunia
kenyataan dan sebagian lagi dalam dunia khayalan, tetapi sekaligus mapu
berpikir dan bertindak secara rasional
Sumber :
Hall, C.S. and Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius : Yogyakarta
Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-psikoterapi-%2C6
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik-328149.html
No comments:
Post a Comment