Tuesday, March 19, 2013

TERAPI PSIKOANALISA


Ketika psikologi lahir sebagai disiplin ilmu tersendiri di Jerman pada pertengahan abad XIX, tugas yang didefinisikannya adalah menganalisis kesadaran manusia dewasa yang normal. Psikologi mengonsepsikan kesadaran sebagai sesuatu yang terdiri dari unsur-unsur struktural yang berkaitan erat dengan organ-organ indera.
Keberatan-keberatan terhadap psikologi semacam in datang dari banyak arah dan dengan berbagai alasan. Orang-orang berpendapat bahwa ciri-ciri menonjol dari pikiran sadar adalah proses-prosesnya yang aktif dan bukan isi-isinya yang pasif.
Serangan Freud terhadap psikologi tradisional tentang kesadaran datang dari arah yang agak berbeda. Ia membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan ketidaksadaran. Dalam ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasaan yang ditekan – suatu dunia bawah yang besar berisi kekuatan-kekuatan vital dan tak kasat mata yang melaksanakan kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan sadar  individu.
Lebih dari 40 tahun Freud menyelidiki ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan apa yang umumnya dipandang sebagai teori kepribadian pertama yang komprehensif. Berangkat dari sinilah, Freud mengembangkan analisa-analisanya mengenai  ketidaksadaran dalam diri individu yang mempengaruhi tingkah lakunya.
Terapi psikoanalisa terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalisa”. Secara eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-masalah tingkah laku. Sedangkan “psikoanalisa” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Dengan demikian, terapi psikoanalisa dapat dipahami sebagai perawatan yang dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan metode hipnosis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.
            Bentuk-bentuk terapi psikoanalisa adalah :
1.      Hipnosis
Hipnosis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.

Awal kemunculan hipnosis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
Pada saat demonstrasi eksperimen Charcot itu, terdapat seorang dokter muda asal Wina, yang diketahui belakangan bernama Sigmund Freud. Freud berpikir waktu itu dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnosis untuk melihat alam tak sadar manusia. Hanya beberapa tahun Freud akrab dengan hipnosis, dia meninggalkannya karena dirasa hipnosis tidak efektif seperti metode-metode lainnya, dan sejak kesadaran akan hal tersebut, Freud benar-benar tidak menggunakannya lagi. Walau demikian, jejak rekamnya tentu saja sulit dilupakan orang. Sebagai seorang psikolog yang pernah menggunakan metode hipnotis, orang akan sangat sulit melupakannya bahwa Freud pernah menggunakan hipnotis pada awal kepraktikannya sebagai seorang psikiatri, walau Freud sendiri sudah tidak pernah lagi menggunakannya.
2.      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan metode yang menyuruh pasien menguraikan secara terinci masing-masing simtom segera sesudah simtom itu muncul dan diikuti dengan menghilangnya simtom-simtom tersebut. Analis meminta kepada klien agar mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, remeh, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Singkatnya, dengan menceritakannya tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
3.      Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klienpemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkapkan.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi : isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif-motof yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.
4.      Transefernsi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif adalah saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif bila tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
5.      Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien. Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.
Teknik-teknik pada terapi psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala. Kemajuan terapeutik berawal dari pembicaraan klien kepada katarsis, kepada pemahaman, kepada penggarapan bahan yang tak disadari, ke arah tujuan-tujuan pemahaman intelektual dan emosional yang diharapkan mengarah pada perbaikan kepribadian.
Kekurangan dalam metode psikoanalisis adalah :
§  Pandangan yang terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
§  Tidak memiliki konsekuensi-konsekuensi empiris
§  Proses penalaran tidak dikemukakan secara eksplisit
§  Tidak menjawab bagaimana pengaruh timbal balik antara kateksis dan anti kateksis
Kelebihan dalam metode psikoanalisa adalah :
§  Adanya motivasi yang tidak disadari memungkinkan seseorang untuk dapat berbuat “lebih”
§  Dapat menggali informasi lebih dalam
§  Berusaha menggambarkan individu-individu sepenuhnya yang hidup sebagian dalam dunia kenyataan dan sebagian lagi dalam dunia khayalan, tetapi sekaligus mapu berpikir dan bertindak secara rasional


Sumber :
Hall, C.S. and Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius : Yogyakarta
Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-psikoterapi-%2C6
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik-328149.html

No comments:

Post a Comment