Sunday, October 14, 2012

Transmisi Budaya dan Biologis serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuksistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Pengertian Transmisi Budaya
Pewarisan budaya dapat disamakan dengan istilah transmisi kebudayaan. Transmisi budaya merupakan kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah. Cultural transmission is the way a group of people or animals within a society or culture tend to learn and pass on new information.
Transmisi budaya dinilai sebagai suatu usaha untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan atau pengalaman untuk dijadikan sebagai pegangan dalam meneruskan estafet kebudayaan. Dalam hal ini tidak ada suatu masyarakat yang tidak melakukan usaha pewarisan budaya. Usaha pewarisan ini bukan sekedar menyampaikan atau memberikan suatu yang material, melainkan yang terpenting adalah menyampaikan nilai-nilai yang dianggap terbaik yang telah menjadi pedoman yang baku dalam masyarakat.
Transmisi kebudayaan merupakan salah satu fungsi komunikasi yang paling luas. Dikatakan demikian karena, dalam proses pewarisan budaya kita menggunakan bahasa dan cara-cara interaktif sebagai usaha untuk mentransfer budaya dari satu generasi ke generasi lain. Dalam proses pewarisan budaya secara tidak langsung terjadi interaksi sosial antar individu yang mungkin saja membahas tentang ide-ide atau gagasan suatu budaya atau dapat saja memperkuat kesepakatan norma-norma.
Transmisi budaya memiliki fokus dan konsentrisitas pada tiga misi, yaitu:
*menanamkan (juga menggagas, mengkreasi, apabila publik belum memiliki bibit dan potensi keunggulan);
*mengembangkan (dengan inovasi dan adaptasi, apabila masyarakat telah memiliki benih-benih keunggulan yang kemudian diperluas dan ditingkatkan); dan
*memantapkan (juga melestarikan dan konservasi, apabila masyarakat telah mengembangkan tradisi keunggulan secara padu dan bersama).

Proses transmisi budaya meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi didalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai atau unsur-unsur budaya tersebut haruslah disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan yang nyata didalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya kelakuan-kelakuan yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya. Ketiga proses transmisi tersebut berakitan dengan bagaimana cara mentransmisikannya.

Bentuk-bentuk Transmisi Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Psikologi Individu
Bentuk-bentuk transmisi budaya dapat dikatakan sebagai proses pembudayaan. Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi.

*Enkulturasi
Konsep ”enkulturasi” mengacu kepada suatu proses pembelajaran kebudayaan (Soekanto, 1993:167). Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap lebih tua. Dalam proses ini, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil, awalnya dari orang dalam lingkungan keluarga lalu dari teman-teman bermain. Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang sejak kecil sampai tua, melakukan proses enkulturasi, mengingat manusia sebagai mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk berpikir dan bernalar sangat memungkinkan untuk setiap waktu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotornya.
Pengaruh enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu sangatlah berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan internal individu, seperti motivasi, sikapnya terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang terdekatnya, proses perolehan keterampilan bertingkah laku, serta proses penyesuain dan penerimaan diri berdasarkan latar belakang budayanya. Contohnya seorang anak belajar mendisiplinkan dirinya sendiri melalui didikan orang tua mengenai waktu belajar, waktu bermain, dan waktu istirahat. Atau seorang anak yang diajarkan bagaimana caranya bersopan santun oleh orang tuanya.

*Akulturasi
Akulturasi adalah proses pertukaran ataupun pengaruh-mempengaruhi dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan dintegrasikan ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri (Koentjaraningrat,1990:91). Akulturasi sudah ada sejak dulu dalam sejarah budaya manusia. Akulturasi timbul sebagai akibat adanya kontak langsung dan terus-menerus antara kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan adanya suatu perubahan kebudayaan yang asli dari kedua masyarakat bersangkutan.
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu.
Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pendidikan juga dipandang sebagai alat untuk perubahan budaya. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal (proses akulturasi). Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya tetapi juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidikan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi. politik, dan agama. Namun, pada saat yang bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya-transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya. Akulturasi budaya belajar dapat terwujud melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam antara lain : pertama, kontak budaya belajar bisa terjadi antara seluruh anggota masyarakat atau sebagian saja, bahkan individu-individu dari dua masyarakat. Kedua, kontak budaya belajar berjalan melalui perdamaian diantara kedua kelompok masyarakat yang bersahabat, maupun melalui cara permusuhan antar kelompok. Ketiga, kontak budaya belajar timbul diantara masyarakat yang mempunyai kekuasaan, baik dalam politik maupun ekonomi.

*Sosialisasi
Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana ia menjadi anggota. Maksudnya sosialisasi merupakan seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa berkembang, berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin, sosialisasi adalah proses yang membawa individu dapat menjadi anggota yang fungsional dari suatu kelompok yang bertingkah laku menurut standar-standar kelompok mengikuti kebiasaan-kebiasaan kelompok tersebut atau norma kelompok. Proses sosialisasi dalam perkembangan psikologi individu memberi pengaruh peranan-peranan individu dimana ia berada maupun dimasyarakat luas. Dalam proses sosialisasi individu diajarkan untuk menjalankan peranannya secara baik dan sesuai dengan standar.

Persamaan Dan Perbedaan Antar Budaya Dalam Hal Transmisi Budaya Melalui Masa Perkembangan Individu
Kesamaan dan perbedaan transmisi budaya melalui enkulturasi dan sosialisasi antara lain : Persamaan yang paling menonjol dari kedua proses transmisi tersebut adalah pengenalan , pemahaman kebudayaan tertentu dimana prinsip dasarnya memberikan informasi mengenai budaya suatu daerah terhadap budaya lain. Proses dimana kita belajar dan menginternalisasi aturan dan pola perilaku yang dipengaruhi oleh budaya Perbedaan antara kedua transmisi tersebut adalah proses menyesuaikan diri terhadap budaya tersebut , dimana kita dituntut lebih dari sekedar mengenal budaya tersebut , tapi lebih pada praktek kegiatan budayanya.

Kesamaan dan perbedaan dalam hal transmisi budaya melalui masa remaja : Pada masa remaja adalah masa transisi, dimana proses pencarian jati diri masih berlangsung. Pemahaman kebudayaan remaja sangatlah penting namun transmisi budaya pada remaja saat ini sangat sulit. Pemahaman tentang budaya itu sendiri dapat dimengerti, namun untuk mempraktekan budaya itu sendiri kebanyakan remaja masih kurang berminat. namun ada juga remaja yang peduli akan budaya, contoh: penari daerah yang terus melestarikaan budayanya itu sendiri. Selain itu, mendominasi pada pemikiran tentang kepribadian di budaya barat contohnya amerika serikat misalnya aktualisasi diri, kesadaran diri, konsep diri, keyakinan diri, penguatan diri, kritik diri, mementingkan diri sendiri, meragukan diri sendiri (Lonner, 1988). Sedangkan perbedaannya yaitu dalam budaya bukan barat seperti negara timur china, jepang dan inidia. Bersifat kolektivistik ketimbang individualistik (Triandis, 1985, 1994).

Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya dalam hal konfromitas : konformitas merupakan hasil interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan manusia bermasyarakat yang akan memunculkan perilaku-perilaku kesepakatan (conformitas) sebagai bentuk aturan bermain bersama. Hal ini menyangkut perilaku kepatuhan. Kesamaan  ketika manusia yang hidup bermasyarakat mematuhi peraturan atau adat istiadat yang ada dilingkungan itu sendiri dan bisa menempatkan dirinya sesuai tempatnya. Perbedaan: ketika manusia yang hidup bermasyarakat itu tidak mau mengikuti peraturan yang ada dilingkungannya itu sendiri dan orang itu pun bersifat sesukanya dan tidak memandang peraturan yang berlaku dilingkungannya.

Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya dalam hal kognisi sosial : Kognisi social adalah tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Kognisi social dapat terjadi secara otomatis. Kesamaan: sama-sama untuk mengetahui suatu informasi , dan biasanya langsung mencirikan bahwa orang itu dari daerah mana. Contonya, saat kita melihat seseorang dari suatu ras tertentu (Cina, misalnya), kita seringkali secara otomatis langsung berasumsi bahwa orang tersebut memiliki ciri/sifat tertentu. Perbedaan: berbedaannya kalau kognisi sosial menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.

Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal perilaku gender : Gender merupakan hasil konstruksi yang berkembang selama masa anak-anak sebagaimana mereka disosialisasikan dalam lingkungan mereka. Adanya perbedaan reproduksi dan biologis mengarahkan pada pembagian kerja yang berbeda antara pria dan wanita dalam keluarga. Perbedaan-perbedaan ini pada gilirannya mengakibatkan perbedaan ciri-ciri sifat dan karakteristik psikologis yang berbeda antara pria dan wanita. Faktor-faktor yang terlibat dalam memahami budaya dan gender tidak statis dan unidimensional. Keseluruhan sistem itu dinamis dan saling berhubungan dan menjadi umpan balik atau memperkuat sistem itu sendiri. Sebagai akibatnya sistem ini bukan suatu unit yang linear dengan pengaruh yang berlangsung dalam satu arah, dan semua ini diperoleh dalam kehidupan kita sendiri. Sebagai konsekuensinya, budaya yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Satu budaya mungkin mendukung kesamaan antara pria dan wanita, namun budaya lainnya tidak mendukung kesamaan tersebut. Dengan demikian budaya mendefinisikan atau memberikan batasan mengenai peran, kewajiban, dan tanggung jawab yang cocok bagi pria dan wanita.

Sumber :
Berry, John W. 1999. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Haviland, William A. 1995. Antropologi Jilid 1. Surakarta: Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya

Tuesday, October 2, 2012

Psikologi Lintas Budaya: Apakah Itu?

Menurut Segall, Dasen dan Poortinga (1990), psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaoitu keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku terjadi.

Triandis, Malpas, & Davidson bependapat bahwa psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan merode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal.

Menurut Brislin, Lonner, & Thorndike, psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang membawa kearah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Dalam sebagian besar kajian, kelompok-kelompok yang dikaji biasa berbicara dengan bahasa berbeda, dan di bawah pemerintahan unit-unit politik yang berbeda.

Triandis berpendapat bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.

Pada semua definisi itu, istilah budaya selalu muncul. Tetapi dalam definisi-definisi tersebut hanya sedikit perhatian diberikan pada minat-minat lain. Misal, psikologi lintas budaya tidak hanya berkutat dengan keragaman tetapi juga keseragaman (uniformity): apa yang secara psikologis dapat dianggap sebagai sesuatu yang umum atau universal pada spesies manusia. Lebih dari itu terdapat jenis ubahan kontekstual lain (yang tak lazim dimasukkan dalam konteks budaya) yang telah dianggap sebagai bagian kegiatan lintas budaya. Ubahan in mencakup: ubahan biologis (Dawson, 1971) seperti nutrisi, faktor bawaan, proses hormonal yang mungkin bervariasi berdasar kelompok dan budaya mereka, serta ubahan ekologis (Berry, 1976) yang memandang populasi manusia berada dalam sebuah proses penyesuaian diri dengan lingkungan alam, debngan menekankan faktor seperti aktivitas ekonomik (berburu, mengumpulkan bahan makanan, bertandi, dan sebagainya) dan kepadatan populasi.

Selain itu, dalam definisi-definisi tersebut tidak tercakup istilah lintas bangsa. Meski metode lintas bangsa mungkin sama dengan yang ditempuh psikologi lintas budaya, istilah ini lebih merujuk pada kajian yang diterapkan pada dua populasi yang erat berhubungan secara budaya (contoh, perbandingan antara populasi Skotlandia-Irlandia atau Perancis-Spanyol) dan biasa hidup berdekatan satu sama lain. Kajian yang lebih penting adalah bahwa psikologi lintas budaya merupakan kajian berbagai kelompok budaya dalam sebuah kesatuan bangsa (negara) tunggal. Pertanggung jawaban memasukkan sebuah psikologi etnik dalam psikologi lintas budaya mungkin ditopang oleh kenyataan bahwa beberapa kelompok yang dianggap mewakili budaya asli agak menampakkan kenyataan berbeda (contoh, Indian asli berkulit hitam, dan orang-orang Hispanic di wilayah Karibia). Sementara pendekatan lain mengutamakan perbedaan budaya berdasar generasi sebelum dan sesudah migrasi. Fokus istimewa dalam psikologi lintas budaya ini dicerminkan oleh banyak kajian yang menyoroti perubahan perilaku sebagai akibat kontak antarbudaya.

Jadi, dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan diantara ubahan psikologis dan sosiobudaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan ini.

Tujuan Psikologi Linta Budaya
Tujuan utama yang paling nyata ialah pengujian kerampatan (generality) pengetahuan dan teori psikologis yang ada. J.W Whiting (1968) mengatakan bahwa kita menggunakan psikologi lintas budaya melalui penggunaan data “beragam orang seantero dunia semata-mata untuk menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan perilaku manusia.”. Dawson (1971) mengajukan tujuan ini ketika menyatakan bahwa psikologi lintas budaya dirancang agar kesahihan universal teori-teori psikologi dapat dikaji secara lebih efektif.”
Tujuan kedua yang di ajukan Berry dan Dansen (1974) adalah menjelajah budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dijumpai dalam pengalaman budaya seseorang yang memang terbatas. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari psikologi lintas budaya adalah untuk mencari persamaan dan perbedaan sejauh mana pengaruh budaya dalam pembentukan sifat, karakter dan perilaku individu di berbagai belahan dunia dengan latar budaya yang berbeda.

Hubungan Psikologi dan Budaya
Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.

Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku social : Ekologi - biologi - budaya - sosiologi - ilmu linguistik - kepribadian - perilaku.

Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.


Sumber : 
Berry, John W, dan Ype H. Poortinga dkk. 1999. Psikologi Lintas-Budaya Riset dan Aplikasi.  Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama