Sunday, March 31, 2013

Person Centered Therapy

     Psikolog Carl Rogers memperkenalkan pendekatan baru untuk psikoterapi yang berlari bertentangan dengan teori-teori yang dominan pada saat itu. Metodenya, berpusat pada klien terapi. Konsep dasar dari Client-Centered Therapy atau Person Centered Therapy adalah bahwa inidividu memiliki kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies) yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme. Para terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat dimanfaatkan”. Client-centered therapy jarang mengajukan pertanyaan, membuat diagnosa, memberikan interpretasi atau saran, menawarkan jaminan atau menyalahkan, setuju atau tidak setuju dengan klien, atau menunjukkan kontradiksi. Sebaliknya, mereka membiarkan klien menceritakan kisah mereka sendiri, dengan menggunakan hubungan terapeutik dengan cara mereka sendiri.

     Dalam client-tengah terapi, terapis mendengarkan tanpa berusaha untuk memberikan solusi. Terapis harus menciptakan suasana di mana klien dapat mengkomunikasikan perasaan mereka dengan pasti bahwa mereka sedang dipahami ketimbang dinilai. Didalam terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional positive regardCongruence merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan. Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut pandang mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.

     Client-centered therapy (CCT) menekankan pada sikap dan kepercayaan dalam proses terapi antara terapis dengan klien. Efektifitas dari pendekatan terapi ini adalah pada sifat kehangatan, ketulusan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Client-centered therapy beranggapan bahwa klien sanggup menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Perlu adanya respek terhadap klien dan keberanian pada seorang terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahannya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan yang diharapkan terapis. CCT membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Dalam Suasana ini klien merupakan narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. CCT cenderung spontan dan responsif terhadap permintaan klien bila memungkinkan. Seperti permintaan untuk mengubah jadwal terapi dan membuat panggilan telepon pada terapis.

     Contoh-contoh dalam 3 macam formulasi kualitas terapis Rogers yaitu congruence, ketika seorang klien mengatakan keengganannya mengunjungi terapi karena baginya membuang-buang waktu sang terapis. Maka sikap terapis yang ditunjukkan bahwa bagi sang terapis hal ini tidak akan mebuang-buang waktunya dan mengungkapkan bahwa terapi ingin bertemu dengan klien di lain waktu lagi jika terapis bersedia. Unconditional positive regard, ketika terapis mengatakan bahwa masalahnya tidak akan berhasil diselesaikan maka terapis dapat bersikap dengan memberikan percayaan pada klien bahwa ia dapat menyelesaikan masalahnya dan terapis akan menerima klien apabila ia bersedia dating kembali. Dan empathic understanding of the client’s internal frame of reference, saat klien menceritakan suatu kejadian, maka terapis mencoba memahami situasi saat itu yang terjadi pada klien dan mencoba mendapatkan tanggapan kembali dari klien dengan lebih banyak informasi.

     Adapun teknik konseling yang digunakan dalam clien center therapy adalah sebagai berikut :
1.      Aceptance (penerimaan)
2.      Respect (rasa hormat)
3.      Understanding (mengerti, memahami)
4.      Reassurance (menentramkan hati, meyakini)
5.      Encouragement (dorongan)
6.      Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
7.      Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

     Carl Rogers memandang manusia dengan berorientasi pada filsafat humanistik, dimana ia memandang manusia adalah individu yang positif, rasional, sosial, bergerak maju dan realistik
Client-centered Therapy memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah untuk ketidakjelasan prinsip-prinsipnya, antipati terhadap diagnosis, dan penekanannya pada klien evaluasi diri sebagai cara untuk menilai hasil terapi. Klien-tengah terapi mungkin bekerja kurang baik dengan orang-orang yang merasa sulit untuk berbicara tentang diri mereka sendiri atau memiliki penyakit mental yang mendistorsi persepsi mereka tentang realitas.

Sumber :
Hall, C.S. and Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius : Yogyakarta
Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
http://bimbingankonseling6.blogspot.com/2012/11/client-centered-therapy-cct_7354.html
http://www.health.harvard.edu/press_releases/client_centered_therapy

Sunday, March 24, 2013

Terapi Humanistik

A. Psikologi Humanistik
     Perbedaan psikologi humanistik dengan tiga aliran utama psikologi, diawali dari tokoh-tokoh utama psikologi humanistik, yaitu Maslow yang mengemukakan teori hierarki kebutuhan manusia, Rogers yang memperkenalkan client-centered therapy, dan Rollo May yang mendalami pemanfaatan filsafat eksistensialisme dan fenomenologi pada kajian masalah-masalah psikologi.
     Psikologi humanistik terutama berorientasi pada nilai-nilai manusia. Maslow dan Rogers, misalnya, berpandangan bahwa perkembangan manusia mengarah pada aktualisasi diri. Karena itu, menurut mereka pada dasarnya manusia ini mempunyai kekuatan intrinsik yang pada hakikatnya mengarahkan dia untuk menjadi baik. Namun pandangan ini ditentang oleh beberapa tokoh psikologi humanistik yang menyatakan sebaliknya.
     Bebetapa istilah lain dari Kekuatan Ketiga yaitu : 'self-awareness movement' (karena kesadaran diri menjadi salah satu kunci dalam psikologi humanistik), 'human potential movement' (karena ditujukan untuk selalu lebih memanfaatkan poteni manusia sepenuhnya), 'personal growth' (karena didasarkan pada keyakinan bahwa manusia dapat berkembang dari batas yang ia yakini sebelumnya, jika ia memperoleh kesempatan yang tepat dan diberi keleluasaan pengambangan diri).

B. Teknik-teknik Terapi Humanistik
     Secara tradisional, terapi hanya diperuntukkan untuk menangani orang-orang yang mengalami gangguan emoional atau penderita neurotik atau psikotik. Terapi humanistik juga dilakukan untuk orang-orang yang “sehat” atau populasi normal, yang menginginkan pertumbuhan pribadi yang lebih penuh. Jenis-jenis terapi humanistik adalah : 
1. Person-Centered Therapy (Carl R. Rogers)
    Manifestasi teori kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or cogruence, (2) acceptance or caring or prizing – unconditional positive regard, dan (3) empathic understanding.
Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-maalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.

2. Gestalt Therapy (Fritz Perls)
    Terapi Gestalt dipelopori oleh Frederich (Fritz) Solomon Perls (1893-1970), seorang dokter yang mendalami psikoanalisis. Meskipun demikian, hal itu tidak membuatnya gentar untuk berpikir kritis terhadap konsep psikoanalisis.
    Terapi Gestalt merupakan bentuk terapi yang merupakan refleksi berbagai ragam pemikiran antara lain Psikoanalisis, Reichian character analysis, Jung annalistic theory, Zen Buddism, Taoism, filsafat eksistensialisme, psikodrama. Prinsip yang ada pada terapi ini adalah setiap individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menemukan tanggung jawab pribadi bila ingin mencapai kematangan. Penekanan terapi Gestalt adalah pada perubahan perilaku.
    Asumsi dasar terapi ini adalah adanya anggapan bahwa individu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, cakap dalam mengambil keputusan pribadi, mampu mengambil keputusan terbaik bagi aktualisasi diri secara mandiri, memiliki potensi, identitas dan keunikan diri, selalu tumbuh dan mampu berubah. Tugas utama terapis adalah membantu klien mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang (here and now).

3. Transactional Analysis (Eric Berne)
    Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Sebagai dokter jiwa, Berne mendapatkan tugas untuk memeriksa kesehatan mental ratusan prajurit Amerika. Untuk itu ia memiliki waktu yang terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut, Eric mengembangkan metode yang cepat dan praktis guna mengenali kondisi mental para prajurit. Berdasarkan metode yang diterapkan ini, ternyata ia mampu mengenali karakteristik para prajurit dalam waktu singkat. Berdasarkan metode yang serupa dikembangkan Transactional Analysis Therapy atau terapiAnalisis Transaksional (A. T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.

4. Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis.
    Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
    Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

5. Existential Analysis (Rollo May, James F. T. Bugental) dan Logotherapy (Viktor Frankl)
    Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya, rasa bersalah , putus asa dsb. Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif, eksistensialis memandang proses terapi dari sudut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.

C. Kegunaan Terapi Humanistik 
     Pandangan Humanistik mempunyai orientasi nilai yang berpegang pada pandangan optimistis dan konstruktif tentang manusia dan kapasitas dasar mereka untuk dapat menentukan diri sendiri (self-determining). Psikologi Humanistik didasari oleh keyakinan bahwa kekuatan niat (intentionality) dan nilai-nilai etis merupakan kekuatan-kekuatan psikologis yang penting, sebagai bagian dari penentu dasar perilaku manusia.
    Praktik terapi humanistik selalu diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kesadaran akan kekuatan pilihan pribadi, namun tetap memperhatikan keefektifan kelompok-kelompok sosial.
    Tujuan utama terapi humanistik adalah membawa individu untuk mengenali dorongan alamiah (innate tendency) untuk meningkatkan dirinya agar mengarah pada pertumbuhan (growth), kematangan (maturity) dan pengayaan hidup (life enrichment), juga mendorong individu untuk termotivasi dalam pengaktualisasi diri mereka.



Sumber : 
Papalia, DE, Olds dan Feldman. (2009). Human Development Eleventh Edition. New York: McGraw-Hill
http://gierevolusi.blogspot.com/2012/04/review-buku-terapi-humanistik.html
http://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&pg=PA354&lpg=PA354&dq=%22terapi+humanistik%22&source=bl&ots=LR_OS0c5Uv&sig=f1f6q_w2h0noPVFmvXDgEeYsSwY&hl=en&sa=X&ei=jPVOUaTdE8OXrge26YCoBQ&redir_esc=y#v=onepage&q=%22terapi%20humanistik%22&f=false



Tuesday, March 19, 2013

TERAPI PSIKOANALISA


Ketika psikologi lahir sebagai disiplin ilmu tersendiri di Jerman pada pertengahan abad XIX, tugas yang didefinisikannya adalah menganalisis kesadaran manusia dewasa yang normal. Psikologi mengonsepsikan kesadaran sebagai sesuatu yang terdiri dari unsur-unsur struktural yang berkaitan erat dengan organ-organ indera.
Keberatan-keberatan terhadap psikologi semacam in datang dari banyak arah dan dengan berbagai alasan. Orang-orang berpendapat bahwa ciri-ciri menonjol dari pikiran sadar adalah proses-prosesnya yang aktif dan bukan isi-isinya yang pasif.
Serangan Freud terhadap psikologi tradisional tentang kesadaran datang dari arah yang agak berbeda. Ia membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan ketidaksadaran. Dalam ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasaan yang ditekan – suatu dunia bawah yang besar berisi kekuatan-kekuatan vital dan tak kasat mata yang melaksanakan kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan sadar  individu.
Lebih dari 40 tahun Freud menyelidiki ketidaksadaran dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan apa yang umumnya dipandang sebagai teori kepribadian pertama yang komprehensif. Berangkat dari sinilah, Freud mengembangkan analisa-analisanya mengenai  ketidaksadaran dalam diri individu yang mempengaruhi tingkah lakunya.
Terapi psikoanalisa terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “psikoanalisa”. Secara eksplisit, “terapi” dalam psikologi berarti perawatan masalah-masalah tingkah laku. Sedangkan “psikoanalisa” merujuk pada metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Dengan demikian, terapi psikoanalisa dapat dipahami sebagai perawatan yang dikembangkan oleh Freud, dengan memusatkan perhatian pada pengidentifikasian penyebab-penyebab tak sadar dari tingkah laku abnormal dengan menggunakan metode hipnosis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran.
            Bentuk-bentuk terapi psikoanalisa adalah :
1.      Hipnosis
Hipnosis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.

Awal kemunculan hipnosis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
Pada saat demonstrasi eksperimen Charcot itu, terdapat seorang dokter muda asal Wina, yang diketahui belakangan bernama Sigmund Freud. Freud berpikir waktu itu dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnosis untuk melihat alam tak sadar manusia. Hanya beberapa tahun Freud akrab dengan hipnosis, dia meninggalkannya karena dirasa hipnosis tidak efektif seperti metode-metode lainnya, dan sejak kesadaran akan hal tersebut, Freud benar-benar tidak menggunakannya lagi. Walau demikian, jejak rekamnya tentu saja sulit dilupakan orang. Sebagai seorang psikolog yang pernah menggunakan metode hipnotis, orang akan sangat sulit melupakannya bahwa Freud pernah menggunakan hipnotis pada awal kepraktikannya sebagai seorang psikiatri, walau Freud sendiri sudah tidak pernah lagi menggunakannya.
2.      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan metode yang menyuruh pasien menguraikan secara terinci masing-masing simtom segera sesudah simtom itu muncul dan diikuti dengan menghilangnya simtom-simtom tersebut. Analis meminta kepada klien agar mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, remeh, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Singkatnya, dengan menceritakannya tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
3.      Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klienpemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkapkan.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi : isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif-motof yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.
4.      Transefernsi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif adalah saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif bila tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.
5.      Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien. Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.
Teknik-teknik pada terapi psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala. Kemajuan terapeutik berawal dari pembicaraan klien kepada katarsis, kepada pemahaman, kepada penggarapan bahan yang tak disadari, ke arah tujuan-tujuan pemahaman intelektual dan emosional yang diharapkan mengarah pada perbaikan kepribadian.
Kekurangan dalam metode psikoanalisis adalah :
§  Pandangan yang terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
§  Tidak memiliki konsekuensi-konsekuensi empiris
§  Proses penalaran tidak dikemukakan secara eksplisit
§  Tidak menjawab bagaimana pengaruh timbal balik antara kateksis dan anti kateksis
Kelebihan dalam metode psikoanalisa adalah :
§  Adanya motivasi yang tidak disadari memungkinkan seseorang untuk dapat berbuat “lebih”
§  Dapat menggali informasi lebih dalam
§  Berusaha menggambarkan individu-individu sepenuhnya yang hidup sebagian dalam dunia kenyataan dan sebagian lagi dalam dunia khayalan, tetapi sekaligus mapu berpikir dan bertindak secara rasional


Sumber :
Hall, C.S. and Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Kanisius : Yogyakarta
Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta
http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-psikoterapi-%2C6
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik-328149.html